TentaraPolisi.id — Koalisi Indonesia Maju (KIM) pimpinan Bakal Calon Presiden (Bacapres) Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto telah mendapat dukungan mayoritas Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu 2024. Koalisi terdiri atas Partai Gerindra, PBB, PAN, Golkar, Gelora dan Partai Demokrat.
PBB (Partai Bulan Bintang) dan Partai Gelora adalah partai non parlemen. Partai non parlemen lainnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), disebut-sebut juga akan segera bergabung. Dengan demikian, kekuatan Prabowo secara elektoral dan infrastruktur mendekati sempurna.
Pengamat Politik dari Lembaga Riset Publik (LRP) Muhammad Al-Fatih menilai, PR (pekerjaan rumah) terbesar Prabowo adalah menentukan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) yang akan mendampinginya.
Kata dia, sejauh ini, ada tiga nama potensial yang banyak disebut, di antaranya Airlangga Hartarto usulan Golkar, Erick Tohir usulan PAN, dan Yusril Ihza Mahendra usulan PBB. Di luar itu, ada isu Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi yang kini menjabat Walikota Solo. Namun terkendala masalah umur.
“Ada juga beberapa nama di luar nama tersebut, antara lain Yenny Wahid, putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur),” katanya.
Dia mengatakan, mengingat besarnya dukungan parpol, maka sebaiknya Prabowo tidak memilih bacawapres dari non parpol. Hal ini untuk menghindari munculnya gesekan antara parpol pengusung maupun pendukung.
Menimbang kebutuhan akan kepemimpinan yang kuat di masa jabatan 5 tahun ke depan, maka yang dibutuhkan cawapres yang bukan saja mampu mendongkrak elektabilitas. Tetapi juga mampu membantu Prabowo menjalankan tugas.
Menurutnya, Wapres Prabowo bukan sekedar “ban serep” tetapi tokoh yang mampu bekerja membantu Prabowo dalam menata kehidupan bernegara yang “kisruh” pasca amandemen UUD 45.
“Saya menyarankan agar Prabowo memilih cawapres dari parpol non parlemen yang bisa menjadi “jalan tengah” yang bisa diterima. Baik oleh Gerindra sendiri maupun Golkar, PAN, Demokrat, Gelora dan PSI. Bacawapres jalan tengah itu ada pada Ketua Umum PBB, Prof Yusril Ihza Mahendra,” katanya.
Pakar HTN dan Tokoh Moderat
Selain latar partai non parlemen dan pengalaman eksekutifnya, Al Fatih menyebut Yusril juga seorang negarawan dan intelektual sebagai seorang pakar hukum tata negara (HTN). Berdasarkan latar kesukuan, Yusril dapat mewakili kelompok di luar Jawa, sebagai seorang Melayu-Minangkabau yang lahir dan besar di Belitung.
“Ini penting sebagai simbol perekat persatuan dan kesatuan bangsa kita yang majemuk. Prabowo meskipun mempunyai ibu asal Manado, namun secara kultural lebih dianggap “Jawa”. “Kombinasi Prabowo-Yusril ibarat dwi-tunggal Soekarno-Hatta,” katanya.
Sebagai seorang muslim, Yusril dinilai sebagai seorang yang moderat dan diterima oleh golongan modernis dan tradisionalis. Almarhum Gus Dur pernah menyebut, kakek Yusril adalah ulama NU kultural dan ayahnya yang Masyumi.
Meski dengan NU, Yusril juga tidak asing di telinga Muhammadiyah. Sebab, sosoknya terbilang aktif di Majelis Hikmah PP Muhammadiyah masa kepemimpinan A.R. Fachruddin.
“Yusril juga mengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hubungannya dengan Persis dan Dewan Dakwah juga berlangsung sejak lama. Yusril memang murid Mohammad Natsir, tokoh penting bukan saja Masyumi, tetapi juga Persis dan Dewan Dakwah,” ungkapnya.
“Dengan demikian, secara pribadi saya nilai hal ini yang tidak dimiliki oleh calon lain yang disebut-sebut sebagai bakal calon wakil presiden dari Prabowo,” Al-Fatih. (jpg)